widget by : Willy-Masaubat

Kamis, 29 Maret 2012

Sejarah NTT (Nusa Tenggara Timur)

Sejarah Tentang Keberadaan Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) Sudah Tentu Banyak Yang Ingin Mengetahuinya, Meski Hal Itu Sekedar Hanya Untuk Menambah Wawasan Kita Semata. Berdirinya Timor Diyakini Oleh Sebagian Kalangan Telah Ada Sebelum Masa Kedatangan Portugis. Ada Beberap Versi Penceritaan Yang Mengungkapkan Tentang Beberapa Kemungkinan Berdirinya Timor. Berdasarkan Penelitian Bahasa, Ternyata Kata Cupa Berasal Dari Bahasa Spanyol Atau Dapat Juga Merupakan Bahasa Inggris Kuno, Cupa Atau Cuppe, Yang Artinya Kendi Berukir Indah Yang Biasanya Memang Dijadikan Sebagai Cindera Mata. Sehingga Kemungkinan Besar Versi Cerita Tentang Nahkoda Dan Rombongan Asing Pertama Yang Berasal Dari Spanyol. Namun Perlu Menjadi Catatan Bahwa Pada Masa Penguasaan Portugis Maupun Belanda, Kupan Ditulis Dan Diucapkan Dalam Lima Versi Yaitu Cupao, Coupan, Cupam, Kopan, Dan Koepang.

Dari Beberapa Catatan Sejarah Yang Sempat Terungkap Menuliskan Bahwa Keberadaan Pulau Timor Sudah Dikenal Sejak Abad Ketujuh, Hal Ini Mungkin Saja Disebabkan Karena Kayu Cendana Yang Ada Di Pulau Timor Ini Yang Memamng Dikenal Berkualitas Baik. Masih Juga Mengacu Pada Catatan Yang Sama, Bahwa Waktu Itu Banyak Sekali Pedagang Dari Malaka, Gujarat, Jawa Dan Makasar, Serta Pedagang Dari Negri Cina Yang Telah Melakukan Kontak Dagang Secara Langsung Dengan Raja-Raja Yang Saat Itu Menjadi Penguasa Di Timor, Yang Sudah Pasti Sangat Mengawasi Penebangan Kayu Cendana Di Daerah Pedalaman Pulau Timor Ini.

Didalam Sebuah Dokumen Cina Yang Ditulis Oleh Chau Ju Kua, Mencatatkan Bahwa, Pada Masa Itu Pulau Timor Biasa Disebut Dengan Nama Tiwu, Adalah Sebuah Kawasan Yang Terkenal Sangat Kaya Dengan Kayu Cendana. Di Zaman Kekuasaan Kerajaan Hindu-Jawa, Kerajaan Kediri Telah Mampu Melakukan Hubungan Dagang Atau Juga Barter Dengan Raja-Raja Di Wilayah Timor, Atau Bisa Juga Raja-Raja Taklukan Yang Berada Di Pulau Timor Membayar Upeti Mereka Dengan Menggunakan Kayu Cendana Kepada Raja Di Kediri. Seperti Halnya Didalam Buku Negarakertagama, Mencatat Bahwa Wilayah Timor Kepulauan Yang Saat Itu Terkenal Dengan Hasil Cendananya, Adalah Juga Termasuk Dalam Wilayah Kekuasaan Majapahit.

Masih Ada Juga Sebuah Catatan Cina Yang Ditulis Oleh Hsing-Cha Shenglan, Menyebutkan Bahwa Di Kih-Ri Timun (Diyakini Sebagai Pulau Timor) Waktu Itu Terdapat Dua Belas Tempat Penampungan Kayu Cendana, Disebut Dengan Twelve Ports Ormercantile Establisment, Each Under A Chief (Dua Belas Pelabuhan/Kelompok Kegiatan Perdagangan, Yang Masing-Masing Dibawah Pengawasan Seorang Pemimpin). Adapun Duabelas Tempat Tersebut Antara Lain Adalah: Kupang, Naikliu, Oekusi, Atapupu, Betun, Boking, Kolbano, Bitan, Elo Abi, Bijeli, Oepoli, Dan Nefokoko. Dari Ke Dua Belas Tempat Inilah Pedagang Cina Dan Jawa Kemungkinan Mengangkut Kayu Cendana Ke Kediri, Sumatra (Sriwijaya), Jazirah Melayu (Malaka), Dan Wilayah Asia Lainnya. Sejak Itu Timor Dikenal Dengan Nama Timor Pulau Cendana. Sistem Perdagangan Yang Digunakan Ketika Itu Pun Masih Menggunakan Sistem Barter, Dengan Barang Pengganti Seperti Tembikar, Manik, Sutera, Barang-Barang Atau Peralatan Dari Besi Yakni Sebangsa Kapak, Parang, Pisau Dan Sebagainya.

Ketika Portugis Berhasil Merebut Goa, Yaitu Sebuah Wilayah Di Pantai Barat India Tengah, Dan Pada Tahun 1511 Berhasil Pula Merebut Malaka Yang Ketika Itu Menjadi Pusat Perdagangan Asia Tenggara, Maka Untuk Misi Perdagangan Dan Agama, Portugis Kemudian Melakukan Ekspansi Ke Arah Timur, Yakni Maluku Yang Termasyur Karena Rempah-Rempahnya, Dan Solor (Flores) Yang Termasyur Dengan Kayu Cendananya. Masih Di Tahun 1511, Armada Ferdinand Magellan (Terdiri Atas Dua Buah Kapal) Singgah Di Alor Dan Timor (Kupang). Dalam Penyeberangan Ke Selat Pukuafu, Kedua Kapal Ini Tertimpa Badai, Salah Satu Kapal Karam Dan Hancur. Salah Satu Jangkar Raksasa Kapal Ini Hingga Kini Masih Ada Di Pantai Rote. Satu Lainnya Berhasil Lolos Dari Amukan Ombak Melanjutkan Perjalanan Ke Sabu, Kemudian Ke Tanjung Harapan Dan Kembali Ke Spanyol. Karena Lolos Dari Amukan Gelombang Di Pantai Rote Itu, Maka Kapal Tersebut Dikenal Dengan Nama Kapal Victory.

Hal Ini Juga Terjadi Di Zaman VOC Sampai Dengan VOC Dibubarkan Pada Tahun 1799, Dimana Kemudian Segala Hak Dan Kewajiban Indonesia Diambil Alih Oleh Pemerintah Belanda. Peralihan Ini Sudah Tentu Tidak Membawa Perubahan Apapun, Karena Pada Waktu Itu Balanda Di Negaranya Tengah Menghadapi Perang Yang Dilancarkan Oleh Negara Tetangga Mereka Perancis. Belanda Waktu Itu Masih Dikuasai Oleh Pemerintah Boneka Dari Kekaisaran Perancis Dibawah Napoleon. Keadaan Ini Dimanfaatkan Dengan Baik Oleh Kerajaan Inggris Untuk Memperluas Jajahannya Dengan Merebut Wilayah Jajahan Belanda.

Armada Inggrispun Mengganggu Semua Daerah Kekuasaan Belanda Di Indonesia, Sehingga Pada Tahun 1799 Hampir Seluruh Wilayah Indonesia (Kecuali Jawa, Palembang, Banjarmasin Dan Timor) Sepenuhnya Berada Dalam Kekuasaan Inggris. Dua Kapal Inggris Memasuki Pelabuhan Kupang Pada 10 Juni 1797, Namun Berhasil Dipukul Mundur Oleh Greving Yang Mengarahkan Pada Mardijkers. Kira-Kira Tahun 1800, Komisaris Fiskal Bernama Doser Diutus Dari Makasar Ke Kupang Untuk Menyelidiki Keadaan Keuangan VOC. Akan Tetapi Ketika Doser Sampai Di Kupang Ia Segera Diperintahkan Untuk Kembali Dan Tugasnya Diambil Alih Oleh Pejabat Lain Yang Bernama Lofsteth. Namun Tak Berapa Lama Kemudian Lofsteth Meninggal. Posisi Ini Kemudian Digantikan Oleh Hazart, Seorang Belanda Yang Diyakini Lahir Di Kupang Tahun 1773. Dibawah Kepemimpinannya Belanda Berhasil Membatasi Wilayah Gerak Portugis Sampai Awal Abad XIX. Penguasaan Ini Akhirnya Berdampak Terhadap Kehidupan Agama Dan Kultural Di Timor. Kupang Dan Sekitarnya (Pulau Timor Bagian Barat) Lebih Banyak Memeluk Agama Kristen Dengan Bahasa Dan Dialek Yang Sangat Kental Dengan Pengaruh Bahasa Belanda. Contoh Kata Tidak Dalam Bahasa Kupang Adalah Sonde Dari Kata Sonder Dalam Bahasa Belanda. Semakin Ke Arah Timor Menuju Kabupaten Belu-Atambua (Perbatasan Timor Leste) Mayoritas Penduduk Memeluk Agama Katholik Dengan Pengaruh Bahasa Dari Portugis. Namun Di Daerah Pesisir, Dimana Dahulu Banyak Bermukim Pedagang Islam Dari Gujarat, Pakistan Dan Sekitarnya Masih Banyak Memeluk Agama Islam.

Pada Masa Sesudah Tahun 1900, Kerajaan-Kerajaan Yang Ada Di NTT (Nusa Tenggara Timur) Pada Umumnya Telah Berubah Status Menjadi Swapraja. Swapraja-Swapraja Tersebut, 10 Berada Di Pulau Timor ( Kupang, Amarasi, Fatuleu, Amfoang, Molo, Amanuban, Amanatun, Mio Mafo, Biboki, Insana) Satu Di Pulau Rote, Satu Di Pulau Sabu, 15 Di Pulau Sumba ( Kanatang, Lewa-Kanbera, Takundung, Melolo, Rendi Mangili, Wei Jelu, Masukaren, Laura, Waijewa, Kodi-Laula, Memboro, Umbu Ratunggay, Ana Kalang, Wanokaka, Lambaja), Sembilan Di Pulau Flores (Ende, Lio, Larantuka, Adonara, Sikka, Angada, Riung, Nage Keo, Manggarai), Tujuh Di Pulau Alor-Pantar (Alor, Baranusa, Pantar, Matahari Naik, Kolana, Batu Lolang, Purema). Swapraja-Swapraja Tersebut Terbagi Lagi Menjadi Bagian-Bagian Yang Wilayahnya Lebih Kecil. Wilayah-Wilayah Kecil Itu Disebut Kafetoran-Kafetoran Yang Biasanya Dipimpin Oleh Seorang Fetor.

Wilayah Nusa Tenggara Timur Pada Waktu Itu Merupakan Wilayah Hukum Dari Keresidenan Timor Dan Daerah Takluknya. Keresidenan Timor Dan Daerah Bagian Barat (Timor Indonesia Pada Waktu Itu, Flores, Sumba, Sumbawa Serta Pulau-Pulau Kecil Sekitarnya Seperti Rote, Sabu, Alor, Pantar, Lomblen, Adonara, Solor). Keresidenan Timor Dan Daerah Takluknya Berpusat Di Kupang, Yang Memiliki Wilayah Terdiri Dari Tiga Affdeling (Timor, Flores, Sumba Dan Sumbawa), 15 Onderafdeeling Dan 48 Swapraja. Afdeeling Timor Dan Pulau-Pulau Terdiri Dari 6 Onderafdeeling Dengan Ibukotanya Di Kupang. Afdeeling Flores Terdiri Dari 5 Onder Afdeeling Dengan Ibukotanya Di Ende. Yang Ketiga Adalah Afdeeling Sumbawa Dan Sumba Dengan Ibukota Di Raba (Bima). Afdeeling Sumbawa Dan Sumba Ini Tediri Dari 4 Oder Afdeeling. Keresidenan Timor Dan Daerah Takluknya Dipimpin Oleh Seorang Residen, Sedangkan Afdeeling Di Pimpin Oleh Seorang Asisten Residen. Asisten Residen Ini Membawahi Kontrolir Atau Controleur Dan Geraghebber Sebagai Pemimpin Onder Afdeeling. Asisten Residen, Kontrolir Dan Gezaghebber Adalah Pamong Praja Kolonial Belanda. Para Kepala Onder Afdeeling Yakni Kontrolir Dibantu Oleh Pamong Praja Bumi Putra Ber Pangkat Bestuurs Assistant.

Sampai Pada Tanggal 8 Maret 1942 Ketika Komando Angkatan Perang Belanda Di Indonesia Menyerah Kepada Jepang. Dengan Demikian Secara Resmi Jepang Menggantikan Belanda Sebagai Pemegang Kekuasaan Di Indonesia. Untuk Indonesia Bagian Timur Termasuk Wilayah Indonesia. Bagian Timur Wilayah NTT Berada Di Bawah Kekuasaan Angkatan Laut Jepang (Kaigun) Yang Berkedudukan Di Makasar. Adapun Dalam Rangka Menjalankan Pemerintahan Di Daerah Yang Diduduki Kaigun Menyusun Pemerintahannya. Untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Dikepalai Oleh Minseifu Yang Berkedudukan Di Makasar. Di Bawah Minseifu Adalah Minseibu Yang Untuk Daerah Nusa Tenggara Timur Termasuk Ke Dalam Sjoo Sunda Shu (Sunda Kecil) Yang Berada Di Bawah Pimpinan Minseifu Cokan Yang Berkedudukan Di Singaraja. Disamping Minseibu Cokan Terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Yang Disebut Syoo Sunda Sukai Yin. Dewan Ini Juga Berpusat Di Singaraja. Diantaranya Anggota Dewan Ini Yang Berasal Dari Nusa Tenggara Timur Adalah Raja Amarasi H.A. Koroh Dan I.H. Doko. Untuk Pemerintahan Di Daerah-Daerah Nampaknya Tidak Banyak Mengalami Perubahan, Hanya Istilah-Istilah Saja Yang Dirubah. Bekas Wilayah Afdeeling Dirubah Menjadi Ken Dan Di NTT Ada Tiga Ken Yakni Timor Ken, Flores Ken Dan Sumba Ken. Ken Ini Masing-Masing Dikepalai Oleh Ken Kanrikan. Sedangkan Tiap Ken Terdiri Dari Beberapa Bunken (Sama Dengan Wilayah Onder Afdeeling) Yang Dikepalai Dengan Bunken Karikan. Di Bawah Wilayah Bunken Adalah Swapraja-Swapraja Yang Dikepalai Oleh Raja-Raja Dan Pemerintahan Swapraja Ke Bawah Sampai Ke Rakyat Tidak Mengalami Perubahan.

Setelah Jepang Menyerah, Kepala Pemerintahan Jepang (Ken Kanrikan) Di Kupang Memutuskan Untuk Menyerahkan Pemerintahan Atas Kota Kupang Kepada Tiga Orang Yakni Dr.A.Gakeler Sebagai Walikota, Tom Pello Dan I.H.Doko. Namun Hal Ini Tidak Berlangsung Lama, Karena Pasukan NICA Segera Mengambil Alih Pemerintahan Sipil Di NTT, Dimana Susunan Pemerintahan Dan Pejabat-Pejabatnya Sebagian Besar Adalah Pejabat Belanda Sebelum Perang Dunia II. Dengan Demikian NTT Kembali Menjadi Daerah Kekuasaan Belanda Lagi, Sistem Pemerintahan Sebelum Masa Perang Ditegakkan Kembali. Pada Tahun 1945 Kaum Pergerakan Secara Sembunyi-Sembunyi Telah Mengetahui Perjuangan Republik Indonesia Melalui Radio. Oleh Karena Itu Kaum Pegerakan Menghidupkan Kembali Partai Perserikatan Kebangsaan Timor Yang Berdiri Sejak Tahun 1937 Dan Kemudian Berubah Menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Perjuangan Politik Terus Berlanjut, Sampai Pada Tahun 1950 Dimulai Fase Baru Dengan Dihapusnya Dewan Raja-Raja. Pada Bulan Mei 1951 Menteri Dalam Negeri NIT Mengangkat Y.S. Amalo Menjadi Kepala Daerah Timor Dan Kepulauannya Menggantikan H.A.Koroh Yang Wafat Pada Tanggal 30 Maret 1951. Pada Waktu Itu Daerah NTT (Nusa Tenggara Timur) Termasuk Dalam Wilayah Propinsi Sunda Kecil. Berdasarkan Atas Keinginan Serta Hasrat Dari Rakyat Daerah Nusa Tenggara, Dalam Bentuk Resolusi, Mosi, Pernyataan Dan Delegasi-Delegasi Kepada Pemerintahan Pusat Dan Panitia Pembagian Daerah Yang Dibentuk Dengan Keputusan Presiden No.202/ 1956 Perihal Nusa Tenggara, Pemerintah Berpendapat Suda Tiba Saatnya Untuk Membagi Daerah Propinsi Nusa Tenggara Termasuk Dalam Peraturan Pemerintahan RIS No. 21 Tahun 1950, (Lembaran Negara RIS Tahun 1950 No.59) Menjadi Tiga Daerah Tingkat I Dimaksud Oleh Undang-Undang No.I Tahun 1957. Akhirnya Berdasarkan Undang-Undang No.64/1958 Propinsi Nusa Tenggara Di Pecah Menjadi Daerah Swa Tantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat Dan NTT (Nusa Tenggara Timur). Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Meliputi Daerah Flores, Sumba Dan Timor.

Berdasarkan Undang-Undang No.69/ 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat Dan NTT (Nusa Tenggara Timur), Maka Daerah Swa Tantra Tingkat I NTT (Nusa Tenggara Timur) Dibagi Menjadi 12 Daerah Swatantra Tingkat II ( Monografi NTT, 1975, Hal. 297). Adapun Daerah Swatantra Tingkat II Yang Ada Tersebut Adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timo Tengah Selatan, Timor Tengah Utara Dan Belu. Dengan Keluarnya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Daswati I NTT (Nusa Tenggara Timur) Tertanggal 28 Februari 1962 No.Pem.66/1/2 Yo Tanggal 2 Juli 1962 Tentang Pembentukan Kecamatan Di Daerah Swatantra Tingkat I NTT (Nusa Tenggara Timur), Maka Secara De Facto Mulai Tanggal 1Juli 1962 Swapraja-Swapraja Dihapuskan (Monografi NTT, Ibid, Hal. 306). Sedangkan Secara De Jure Baru Mulai Tanggal 1 September 1965 Dengan Berlakunya Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Pada Saat Itu Juga Sebutan Daerah Swatantra Tingkat I NTT (Nusa Tenggara Timur) Dirubah Menjadi Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), Sedangkan Daerah Swatantra Tingkat II Dirubah Menjadi Kabupaten.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I NTT (Nusa Tenggara Timur) Di Kupang, Tanggal 20 Juli 1963 No.66/1/32 Mengenai Pembentukan Kecamatan , Maka Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) Dengan 12 Daerah Tingkat II Dibagi Menjadi 90 Kecamatan Dan 4.555 Desa Tradisional, Yakni Desa Yang Bersifat Kesatuan Geneologis Yang Kemudian Dirubah Menjadi Desa Gaya Baru. Pada Tahun 2003 Wilayah Propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) Terdiri Dari 16 Kabupaten Dan Satu Kota . Kabupaten-Kabupaten Dan Kota Tersebut Adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara , Belu, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Angada, Manggarai, Rote Ndao, Manggarai Barat Dan Kota Kupang. Dari 16 Kabupaten Dan Satu Kota Tersebut Terbagi Dalam 197 Kecamatan Dan 2.585 Desa/Kelurahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar