Selasa, 30 Oktober 2012
Manusia dan Moral
A.
Persoalan Dasar Manusia
Moral erat
kaitannya dengan aktivitas manusia secara individual atau kolektif. Kedua hal
tersebut saling terkait, memenuhi kebutuhan hidup manusia sekaligus keselamatan
hidupnya lahir dan batin. Dalam bab ini akan mencoba memahami apa yang dimaksud
dengan persoalan dasar manusia dan bagaimana cara pemecahan persoalan tersebut
melalui iman katolik.
Pokok
masalah perkembangan dan kemajuan jaman menjadi buah bibir setiap orang dan
muncul didalam kolom-kolom surat kabar dan terbitan-terbitan lainnya. Pokok
masalah ini tidak hanya mengandung penegasan atau klarifikasi masalah, akan
tetapi juga pertanyaan serta butir kegelisahan manusia yang sangat mencemaskan.
Mengatasi persoalan dasar tersebut, berarti mengamankan secara mendasar nasib
manusia bahkan menyiapkan kondisi yang dapat menunjang tumbuh kembangnya
manusia bermartabat. Tetapi sebaliknya apabila gagal mengatasinya akan
menghancurkan martabat manusia beserta peradaban luhurnya. Menghadapi persoalan
dasar manusia yang demikian, maka penting mengetahui bagaimana memecahkannya.
Kita
bersama dengan gereja menemukan prinsip perhatian dalam Yesus Kristus sendiri,
sebagaimana diberikan kesaksian oleh Injil Kristus. Inilah sebabnya, kita
bersama gereja ingin membuat perhatian ini bertumbuh dan berkembang terus
menerus melalui hubungannya dengan Kristus. Dengan cara membangun sistem
jejaring yang handal dalam rangka memanfaatkan hubungan kerja sama sesama
manusia untuk memecahkan persoalan dasar.
Solidaritas
sejati melampaui segala sekat-sekat batas suku atau etnis, bangsa, ras, sosial
ekonomi dll. Solidaritas ini diperlukan oleh masyarakat. Solidaritas ini ada
dalam hidup secular, karena orang mempraktekkan persaudaraan umat manusia atas
dasar kesamaan martabat sebagai manusia yang saling membutuhkan (Humanisme
Sekular).
Suatu
masyarakat dimana kehidupan ipoleksosbud-hankam diwujudkan sebaik-baiknya demi
kehidupan manusia terarah pada tujuan trasendetalnya, maka martabat manusia
dapat ditumbuhkembangkan menuju kesempurnaan hidup sejatinya. Dan ini terjadi,
jika dengan perantaraan Yesus Kristus dan oleh karya penyelamatan-Nya kita
dikuatkan oleh Bapa dalam persekutuanNya dengan Roh Kudus.
Dengan
demikian, Gereja atau umat Allah dapat menampakkan diri sebagai sakramen
keselamatan umat manusia karena persatuannya dangan Allah Bapa, Putera dan Roh
Kudus berperan sebagai tanda dan sarana mewujudkan keselamatan di dunia bagi
semua orang. Hanya dengan demikian, akan berhasil memecahkan persoalan dasar
yang dihadapi bersama didunia ini.
B. Martabat Manusia
Martabat
manusia setingkat dengan nilai absolut. Martabat ini, bukan akibat pengakuan
atau consensus orang atau masyarakat. Melainkan sudah ada pada manusia secara
intrinsik. Martabat manusia sebagai mahluk berakal budi dan berkehendak merdeka
berkaitan dengan tanggung jawab atas tindakannya sebagei subyek etis. Manusia
adalah mahluk yang dapat bertindak secara moril atau etis dan karenanya
berkewajiban mengembangkan diri dengan sadar.
Martabat
manusia adalah perwujudan kerohaniannya (akal budi dan kehendak mereka).
Tetapi, manusia adalah mahluk rohani-jasmani yang tidak terpisahkan (tetapi
bisa dibedakan). Badan manusia mengambil bagian dalam kerohaniannya dan
sebaliknya. Kedua segi itu saling melengkapi atau saling mempengaruhi atau
saling meresapi.
Tubuh
manusia ikut mengambil bagian dalam martabat manusia. Hal ini, harus diakui dan
dihormati oleh semua orang dan lembaga yang ada di dunia ini, termasuk oleh
negara dan umat beragama serta pemuka-pemukanya. Sebab martabat manusia adalah
anugerah dari sang Pencipta, maka tidak masuk akal menuntut sesuatu yang
berlawanan dengan martabat manusia atas dasar hukum/kepentingan negara, apalagi
atas hukum Ilahi.
Persekutuan
kristiani mengakui dan menghormati martabat manusia sepenuhnya. Inilah
kewajiban keagamaan, (yang sayangnya) tidak selamanya diamalkan dengan baik
juga oleh oranng yang menyebut dirinya orang kristiani (Katolik KTP). Dalam
ajaran sosial gereka katolik martabat manusia diterangkan dan diuraikan
berdasar sumber-sumber yang ada dalam Kitab Injil Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru serta Ajaran Gereja yaitu martabat manusia sebagai ciptaan Allah, martabat
manusia bermartabat Anak Allah, dan manusia sebagai pribadi sosial dalam
ziarahnya di dunia.
C. Hakekat Dan Tanggung Jawab Manusia
Hidup manusia disamping
merupakan anugerah Tuhan sekaligus mengemban tugas panggilan (gabe und
aufgabe). Dasar biblis tugas panggilan tersebut merupakan tolak ukur tindakan
manusia bertanggung jawab:
1. Kejadian 1 : 28 :
”Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan dilaut dan burung-burung di udara
dan atas segala binatang yang merayap dibumi” (tugas mengelola dunia ciptaan).
2. Matius 5 : 48 :
”Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu di
surga adalah sempurna” (tugas mengerjakan keselamatan, istilah Paulus)
Di dalam
Perjanjian Baru manusia mendapat tugas panggilan melaksanakan kehendak Allah
yang sekaligus menjadi arah tujuan hidupnya. Menjalani tugas panggilan berarti
maengembangkan martabatnya atau keluhurannya sebagai manusia atau anak Allah.
Untuk mengembangkan martabatnya, manusia harus menjatuhkan pilihan dengan
merdeka dan bertanggung jawab atas perbuatannya pada hari kematiannya.
Dalam
perkembangannya, ternyata menusia memiliki 2 unsur dalam dirinya yaitu:
1. Mengacu pada Kejadian 1 : 28 bahwa manusia
memiliki kodrat sebagai mahluk ciptaan yang menjadikannya bermartabat duniawi.
2. mengacu pada Matius 5 : 48 bahwa manusia
mempunyai kodrat menjadi anak Allah yang menjadikannya bermartabat surgawi.
Kedua unsur
ini, yang ada pada manusia harus diwujudkan menjadi kesatuan, merupakan satu
martabat manusia yang menampakkan diri dalam banyak segi. Unsur-unsur duniawi
bersifat sekunder dan bernilai relatif, artinya adanya terarah sebagai bantuan
untuk mencapai perkembangan kearah kesempurnaan martabat Allah.
Unsur-unsur
yang mengacaukan perkembangan manusia sudah ada dalam diri manusia, yaitu
warisan dosa asal alias situasi berdosa dimana mau tidak mau manusia lahir
didunia mengalami situasi berdosa tersebut secara langsung. Manusia terinfeksi
adanay dosa warisan tersebut, manusia secara kodratnya cenderung berbuat jahat
yang merupakan tanah subur untuk melakukan kesalahan dan perjuangan pribadi
maupun bersama-sama dalam menegakkan kerajaan Allah.
Dalam
Sollicitudo Rei Socialis Paus Yohanes Paulus II, menandaskan bahwa kekeliruan
dan keterbatasan tehnis dalam pengetahuan dan pengalaman manusia mencapai
perkembangan martabatnya membutuhkan pertobatan, yang mampu membasmi pengaruh
dosa. Tanpa pertobatan yang dimulai dari diri sendiri, mustahil tindakan
manusia menghasilkan tindakan yang bertanggung jawab dan yang mampu
menumbuh-kembangkan perkembangan terarah pada tujuan hakiki hidup manusia
sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar