Sabtu, 13 Oktober 2012
Prinsip-prinsip Pendidikan dalam BK
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 1 menyatakan bahwa:
“pendidikan
adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara”.
Lebih lanjut, fungsi
dan tujuan pendidikan nasional
dinyatakan dalam Pasal
3 “Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi
peserta didik agar
menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulai,
sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Berdasarkan pengertian, fungsi dan
tujuan pendidikan nasional tersebut,
tampak bahwa pendidikan
tidak saja membawa
peserta didik sehat, berilmu, cakap,kreatif, dan
mandiri, tetapi juga
beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa,
berakhlak mulia serta
menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung
jawab. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
tersebut menegaskan bahwa fungsi
pendidikan adalah pembentukan watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Ini berarti bahwa nilai-nilai
kehidupan mewarnai sikap dan
tindakan individu. Di
samping itu, nilai kehidupan juga erat kaitannya dengan perhatian akan
hidup serta kebudayaan.
Oleh sebab itu, pendidikan harus
membantu peserta didik untuk
mengalami nilai-nilai kehidupan
dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup mereka.
Peserta didik
sebagai subyek pendidikan
harus dikembangkan menjadi insan
Indonesia cerdas secara
komprehensif, yang meliputi
(1) cerdas spiritual, (2)
cerdas emosional, (3)
cerdas sosial, (4)
cerdas intelektual, dan (5)
cerdas kinestetik. yang diuraikan sebagai berikut:
a.
Cerdas spiritual, yaitu kecerdasan diri yang
ditunjukan melalui olah hati/kalbu untuk
menumbuhkan dan memperkuat
keimanan, ketakwaan dan akhlak
mulia termasuk budi
pekerti luhur dan kepribadian unggul.
b.
Cerdas
emosional, yaitu kecerdasan
diri yang ditunjukan
melalui olah rasa untuk
meningkatkan sensitivitas akan
kehalusan dan keindahan seni
dan budaya, serta
kompetensi untuk mengekspresikannya.
c.
Cerdas
sosial, yaitu kecerdasan
diri yang ditunjukan
melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik;
demokratis; empatik dan
simpatik; menjunjung tinggi
hak asasi manusia; ceria
dan percaya diri;
menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan
bernegara; serta berwawasan
kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
d.
Cerdas
intelektual, yaitu kecerdasan
diri yang ditunjukan
melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi;
dan aktualisasi insan
intelektual yang kritis, kreatif
dan imajinatif.
e.
Cerdas
kinestetis, yaitu kecerdasan
diri yang ditunjukan
melalui olah raga untuk
mewujudkan insan yang
sehat, bugar, berdaya tahan, sigap,
terampil dan trengginas,
serta aktualisasi insan adiguna.
Melalui pendidikan
diharapkan akan dapat
diwujudkan insan Indonesia yang kompetitif,
yaitu insan yang
berkepribadian unggul dan
gandrung akan keunggulan, bersemangat
juang tinggi, mandiri, pantang
menyerah, pembangun dan pembina jejaring, bersahabat dengan perubahan, inovatif
dan menjadi agen perubahan,
produktif, sadar mutu,
berorientasi global,
dan pembelajar sepanjang hayat
(Renstra Depdiknas 2005-2009).
Pendidikan bertugas
untuk menyiapkan peserta
didik agar dapat mencapai peradaban
yang maju melalui
perwujudan suasana yang kondusif, aktivitas
pembelajaran yang menarik
dan mencerahkan, serta proses
pendidikan yang kreatif.
Pendidikan juga bertugas
menciptakan kemandirian baik pada
individu maupun bangsa. Hal ini
sangat penting, karena dengan
kemandirian peserta didik
dapat bertahan dalam menghadapi pasar
bebas. Oleh karena
itu pendidikan harus
menjadi bagian dari proses perubahan bangsa menuju masyarakat madani,
yakni masyarakat demokratis, taat,
hormat, dan tunduk
pada hukum dan perundang-undangan, melestarikan
keseimbangan lingkungan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Sasaran umum
pendidikan yaitu pengembangan
potensi peserta didik untuk
memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
dan keterampilan yang diperlukan dalam kehidupan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara. Sasaran umum pendidikan
juga menjadi sasaran
di dalam kegiatan
konseling yang dilakukan oleh
konselor yang bekerja
dalam berbagai jenis,
jalur, dan jenjang pendidikan.
Oleh karena
itu dalam penyelenggaraan bimbingan
dan konseling harus dapat mengimplementasikan
prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan, yaitu:
a.
Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis
dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
b.
Pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu
proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
c.
Pendidikan
diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran.
d.
Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan
semua komponen masyarakat melalui
peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Nilai dasar
pendidikan dilaksanakan dengan
wawasan filosofi kebijaksanaan sosial
(social policy) artinya
setiap orang memiliki
hak dalam bidang dan tingkat kewenangan
masing-masing. Pengakuan otoritas masing-masing
dalam bidang dan
tingkat kesenangan masing-
masing tersebut merupakan salah
satu ciri penting masyarakat
beradab. Masyarakat yang demikian
akan dapat melakukan
tukar menukar informasi, berdialog
maupun berdiskusi tentang
kepentingan umum sehingga hak
asasi masing-masing menjadi
kesadaran tunggal
masyarakat beradab.
Pendidikan juga memiliki nilai-nilai dasar yang
berhubungan dengan latar belakang budaya
masyarakat Indonesia itu sendiri, nilai-nilai dasar inilah yang dijadikan prinsip dasar dalam
pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini terdapat
sepuluh nilai dasar
pendidikan yang merupakan
prinsip-rpinsip dalam
pelaksanaan pendidikan, yaitu
ketuhanan, kemerdekaan,
kebangsaan, keseimbangan,
kebudayaan,
kemandirian,kemanusiaan, kekeluargaan, kesportifan dan kebanggaaan.
Secara lebih
rinci 10 (sepuluh)
prinsip-prinsip dalam pelaksanaan pendidikan dari nilai-nilai
budaya masyarakat Indonesia, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, ke-Tuhanan. Sesuai
dengan karakter bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang
beragama dan berbudaya,
maka pendidikan hendaknya mampu
menumbuhkan rasa keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa sehingga
secara batiniah terdapat
hubujngan vertikal yang harmonis
pada setiap manusia
dengan Tuhannya, dan secara
lahiriah terjadi hubungan
horizontal antar-manusia yang penuh
dengan suasana kesejukan,ketenteraman dan
kearifan yang didasarkan pada rasa keamanan dan ketakwaan tersebut. Hubungan antar manusia dengan
Tuhannya menjadi landasan untuk berkarya dan beraktivitas.
Kedua, kemerdakaan. Pelaksanaan pendidikan bangsa harus didasarkan kepada nilai-nilai
kemerdekaan azasi; dengan
demikian perkembangan ide,
pemikiran dan kreativitas tidak
dikalahkan oleh hal-hal yang sifatnya pragmatis. Dari
Yang Maha Esa
setiap manusia itu
diberikan kemerdekaan untuk mengembangkan diri dari ikatan-ikatan
‘natur’ menuju tercapainya
tingkatan
‘cultuur’.Kemerdaan untuk mengembangkan
diri itlah hakikat pendidikan.
Pada hakikatnya pendidikan
itu tidak dapat dibatasi oleh tirani kekuasaan,politik
atau kepentingan tertentu. Nilai dasar kemerdekaan inilah
yang menjadi landasan pengembangan semangat demokrasi peserta didik.
Ketiga, kebangsaan. Secara
fundamental pendidikan itu
hendaknya didasarkan pada nilai-nilai
kebangsaan yang hakiki.
Realitas tentang terdapatnya perbedaan
agama, etnis, suku,
budaya, adapt, kebiasaan, status sosial, status ekonomi, dan
sebagainya, hendaknya justru menjadi kerangka dasar
dalam pengembangan sistem
pendidikan nasional di Indonesia.
Dengan demikian tujuan
pendidikan hendaknya bias memajukan bangsa
secara keseluruhan yang didalamnya
terdapat berbagai perbedaan itu, dan implikasi didalam penyelenggaraan
itu sendiri tidak boleh membeda-bedakan agama,
etnis, suku, budaya,
adat, kebiasaan, satus ekonomi, status sosial, dan sebagainya.
Keempat, keseimbangan.
Pendidikan hendaknya sanggup memberikan keseimbangan di
dalam upaya memajukan berkembangnya
kecerdasan dan kepribadian serta bertumbuhnya tubuh peserta didik.
Pendidikan yang hanya mengedepankan
berkembangnya kecerdasan akan menghasilkan manusia yang
tidak sehat jiwa
raganya. Pendidikan yang
hanya mengedepankan
berkembangnya kepribadian hanya
menghasilkan manusia yang tertinggal.
Sedangkan pendidikan yang
hanya mengedepankan bertumbuhnya
tubuh menghasilkan manusia
yang tidak berbobot kecerdasan
dan kepribadianya. Disinilah
keseimbangan
diperlukan.
Kelima, kebudayaan. Kebudayaan
bangsa merupakan ‘roh’ pendidikan nasional. Pendidikan harus selalu
diselaraskan pada kebudayaan bangsa itu
sendiri,meskipun tidak berarti
harus menolak budaya
banngsa lain yang dating.
Untuk terpadu dengan budaya bangsa lain dapat diterapkan “Konsep Trikon”,
yaitu kontinyuitas, konsentrisitas dan
konvergnitas. Maknanya mengembangkan budaya luhur bangsa sendiri dan
menseleksi datangnya budaya bangsa lain dengan memberi kemungkinan terpadunya budaya bangsa
dan budaya bangsa
lain menuju terbentuknya
budaya baru yang lebih baik.
Keenam, kemandirian. Kemandirian menjadi dasar
bagi segala bentuk usaha dalam pencapaian kemajuan hidup. Kemandirian juga merupakan landasan bagi
bangsa Indonesia guna
bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Tanpa
kemandirian, usaha pencapaian
kemajuan hidup sulit membuahkan hasil
optimal. Tanpa kemandirian
sulit bagi bangsa
kita untuk mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa lain. Sudah barang
tentu kemandirian ini dalam
pelaksanaannya tidak harus
dilalui dengan meniadakan kerja
sama dengan kelompok lain karena dalam
banyak hal kerja sama itu merupakan kata kunci keberhasilan.
Ketujuh, kemanusiaan. Pendidikan harus diselenggarakan di atas
nilai-nilai kemanusiaan seperti
kejujuran, kesopanan, kesatuan,
dan sebagainya. Nilai-nilai kemanusiaan
dapat membuahkan keluhuran budi pekerti bagi peserta didik. Setiap
peserta didik hendaknya berbudi pekerti luhur
setelah mengalami proses
pendidikan di tingkat
manapun. Budi
pekerti merupakan modal utama mengembangkan diri
di tengah-tengah masyarakat.
Tanpa modal budi pekerti yang luhur maka
kehadirannya di masyarakat tidak membawa manfaat, kecuali membawa’azab’.
Kedelapan,
kekeluargaan. Sebuah keluarga
yang harmonis memiliki nilai-nilai ideal
untuk menyelengarakan pendidikan.
Implikasinya penyelenggaraan
pendidikan harus dilakukan
dengan pendekatan kekeluargaan yang
dalam hal ini
ditandai dengan akrabnya
hubungan
antara sesama
pendidik, sesama peserta
didik, dan antara
pendidik dengan peserta didik
sebagaimana akrabnya hubungan
antar sesama anggota dalam
suatu keluarga. Pendekatan
ini disebut dengan’Sistem Among’ yang
dapat memberikan porsi
seimbang di antara
pendekatan organisatoris dengan pendekatan
organis dalam melaksanakan
sistem
pendidikannya.
Kesembilan, kesportifan. Pendidikan harus mampu menumbuhkan jiwa dan semangat sportivitas. Bangsa yang
besar adalah bangsa yang sportif, bangsa
yang berbudaya adalah
bangsa yang sportif.
Sportifitas merupakan
perpaduan yang harmonis
antar unsur-unsur disiplin, tanggung jawab
dan prestasi. Dengan
memadukan ketiga unsur
inilah bangsa Indonesia akan
tumbuh menjadi bangsa
yang besar dan berbudaya. Pendidikan, dengan demikian
dituntut menanamkan jiwa dan semangat
sportifitas kepada seluruh anggota bangsa.
Kesepuluh, kebanggaan. Pendidikan
hendaknya mampu membangkitkan kebangkitkan
rasa dan keyakinan pada
peserta didik untuk senantiasa
mencintai tanah air dan menghargai bangsa. Pendidikan harus mampu mengikis
sifat-sifat inferioritas instrinsik dalam jiwa peserta
didik, sebaliknya
harus mampu menumbuhkan
sifat-sifat superioritas instrinsik yang
dapat membangkitkan rasa bangga
terhadap diri sendiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Nilai-nilai dasar
tersebut harus secara
simultan diakomodasikan dalam pengembangan substansi
pendidikan, struktur kesempatan
dan manajemen penyelenggaraan, serta metodologi proses pendidikan.
Nilai-nilai dasar pendidikan berkaitan langsung dengan keberhasilan pendidikan yaitu
peserta didik yang cerdas, berkepribadian luhur, dan bertubuh sehat, target
keberhasilan pendidikan adalah terwujudnya anak yang beradab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar